Senin, 22 Desember 2008

Sebuah Renungan di Hari Ibu

Jabir RA meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki yang datang menemui Nabi dan melapor. Dia berkata, “ya rasulullah sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku...” “ pergilah engkau, dah bawalah ayahmu kesini”, perintah Nabi kepada sang lelaki.
Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata, “ya, Muhammad, Allah Azza wa jalla mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalu orang tua itu datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh telingannya.
Ketika orang tua itu tiba, maka Nabi pun bertanya kepadanya: “mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?”. Lelaki tua itu menjawab, “tanyakan saja kepadanya, ya rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk bebrapa orang saudara saya dan saudara ibunya, atau untuk keperluan saya sendiri?” Nabi bersabda lagi, “lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!”. Wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan tampak mbahagia, dia berkata, “Demi Allah, memang saya tidak pernah menangisi nasib malang ku dan kedua telingaku tak pernah mendengarkannya...” “Katakanlah aku ingin mendengarnya!”. Orang tua itu berkata seraya berlinangan air mata, “saya mengatkan kepadanya hal-hal ini:

“Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih payahku kau minum dan keu reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hati ku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu. Aku tak bisa tidur dan resah seakan akulah yang menanggung sakit, bukan engkau yang menderita. Lalu air mataku belinang-linnag dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang.
Setelah engkau dewasa dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan..
Sayang..., Kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan aku seperti tetangga jauhmu. Engkau sellau menyalahkan dan membentakku, seolah kebenaran selalu menempel didirimu..., Seakan-akan kesejukan bagi orang-orang yag benar telah dipasrahkan...”

Selanjutnya Jabir berkata, “pada saat itu Nabi langsung memegang ujung baju pada leher anak itu seraya berkata, “engkau dan hartamu milik ayahmu!”. (Ef)
(Riwayat At-Thabari dalam “As-Shagir)