Senin, 22 Desember 2008

Sebuah Renungan di Hari Ibu

Jabir RA meriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki yang datang menemui Nabi dan melapor. Dia berkata, “ya rasulullah sesungguhnya ayahku ingin mengambil hartaku...” “ pergilah engkau, dah bawalah ayahmu kesini”, perintah Nabi kepada sang lelaki.
Bersamaan dengan itu Malaikat Jibril turun menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata, “ya, Muhammad, Allah Azza wa jalla mengucapkan salam kepadamu, dan berpesan kepadamu, kalu orang tua itu datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh telingannya.
Ketika orang tua itu tiba, maka Nabi pun bertanya kepadanya: “mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin mengambil uangnya?”. Lelaki tua itu menjawab, “tanyakan saja kepadanya, ya rasulullah, bukankah saya menafkahkan uang itu untuk bebrapa orang saudara saya dan saudara ibunya, atau untuk keperluan saya sendiri?” Nabi bersabda lagi, “lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan dalam hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu!”. Wajah keriput lelaki itu tiba-tiba menjadi cerah dan tampak mbahagia, dia berkata, “Demi Allah, memang saya tidak pernah menangisi nasib malang ku dan kedua telingaku tak pernah mendengarkannya...” “Katakanlah aku ingin mendengarnya!”. Orang tua itu berkata seraya berlinangan air mata, “saya mengatkan kepadanya hal-hal ini:

“Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih payahku kau minum dan keu reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hati ku gundah dan gelisah, lantaran sakit dan deritamu. Aku tak bisa tidur dan resah seakan akulah yang menanggung sakit, bukan engkau yang menderita. Lalu air mataku belinang-linnag dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti akan datang.
Setelah engkau dewasa dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan..
Sayang..., Kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan aku seperti tetangga jauhmu. Engkau sellau menyalahkan dan membentakku, seolah kebenaran selalu menempel didirimu..., Seakan-akan kesejukan bagi orang-orang yag benar telah dipasrahkan...”

Selanjutnya Jabir berkata, “pada saat itu Nabi langsung memegang ujung baju pada leher anak itu seraya berkata, “engkau dan hartamu milik ayahmu!”. (Ef)
(Riwayat At-Thabari dalam “As-Shagir)

Sabtu, 30 Agustus 2008

Ramadlan..ah Ramadlan lagi...

oleh: el-Faridzie

Cahaya mentari benar-benar enggan menyapa ku dipagi ini, ku sibak selimut dan ku 'longok' jam di telepon selular ku ternyata jam telah menunjukan pukul 11 siang. Menyadari sang mentari terus menanjak menuju ubun-ubun kepala, para cacing di perut ku tak terima dengan kelengahan ku, mereka meronta berharap perut kosong itu cepat terisi. Tanpa pikir panjang aku pun bergegas menyibak air kolam dan memercikannya ke muka ku, lantas pergi..... inilah kebiasaan ku setelah makan, setelah kekenyangan terasa malas untuk bergerak, ku tengok kasur tempat peraduan ku terlihat begitu nyaman dan menggairahkan untuk kembali ku tiduri, toh aku tak perlu malu pada sang mentari, karena terkadang ku tahu dia pun kaget melihatku -karena aku jarang terlihat oleh sang mentari, terlebih mentari pagi-, namun siang ini aku paksakan untuk tak memanjakan rasa malas yang terkadang sudah menjadi bagian dalam hari-hari ku, ku paksa meletakkan pantat ku -yang kata nya semok- di atas bangku keras sambil ku nyalakan komputer dan ku 'connect'kan internetku.satu persatu ku baca pesan yang masuk di email ku, "tak ada yang menarik" kata ku dalam hati, begitu pula setelah ku buka friendster ku, ternyata tak ada satu pun pesan maupun testimoni yang masuk untuk ku, 'siang ini begitu menjemukan', pikir ku.akhirnya dengan sisa semangat yang tinggal beberapa keping aku coba buka-buka netlog yang secara tidak sengaja aku buat karena iseng buka-buka netlog seorang pria ber istri berwajah ganteng -tapi masih gantengan aku seh-, betul! dia adalah bang sholeh isre, pria berwajah khas ketimuran dan low profile ini adalah salah seorang bos ku di LKiS -bang, jangan lupa traktiran n' rokok nya ya-. syahdan, netlog ini pun aku 'obrak-abrik' -karena pada dasarnya memang ga ngerti- ku pasang photo, buat slide photo, naruh video, dan juga iseng-iseng 'ngisi' jurnal, ya... tulisan ini ku tulis di tengah-tengah kebosanan, kebingungan, ke be-te an, dan semua hal yang paling menjemukan lainnya dalam salah atu hari-hari ku, padahal aku tahu hari esok sudah Ramadhan -yang katanya sayyidussuhur, sahrus syiyam, syahrul qiyam, dan beribu pujian lain nya, tapi buat aku sama saja -toh hingga hari ini aku masih seperti ini saja-."Marhaban ya syahru romadlon, Marhaban yaa Syahrushiyami...Marhaban Yaa Syahrur Ramadlan, Marhaban Yaa syarhul qiiyami" ku bayangkan bait-bait syair itu akan terus berkumandang mengiringi kedatangan sang tamu agung -ramadhan-, Tuhan...berkali-kali kau kirimkan Ramadlan pada ku, berkali-kali pula ku hempaskan dia dalam banyak hal tak bermakna dalam hidup ku.aku hanyalah lelaki biasa yang tak ingin berlebihan dalam memaknai ramadlan, mungkin dia tak kusambut dengan meriah, tak ku puja dengan khidmah, tak kunikmati denga penuh citra rasa dan tastefully.karena ramadhan bagi ku adalah sebuah sebuah tahun ajaran baru bagi sebuah sekolah, dengan Tuhan sebagai guru nya, 'berguru kepada allah' -meminjam istilah Abu Sangkan-, "Ya ayyuhalladzina aamanu" saya maknai sebagai panggilan kepada mereka yang beriman untuk memasuki madrasah al-mutamayyizah, satu paket kurikulum telah disiapkan dalam bulan ramadlan, pelajaran sabar, toleransi, akidah, syari'ah, tasawuf, bahkan pelajaran ekonomi pun telah siap di hadirkan, karena Allah yang menjadi guru dan penilai maka kemampuan menyontek dan berbuat curang-pun menjadi suatu hal yang mustahal atau hil yang mustahil, kita di tuntut untuk objektif dan sportif dalam menghadapi tiap pelajaran dalam paket kurikulum ramadhan.30 hari kita masuk dalam kelas ke-Tuhan-an, datangnya bulan syawal merupakan sebuah barometer awal sebuah kelulusan, syawal bukanlah pesta bagi semua mu'min, karena -selayaknya sebuah pengumuman kelulusan- tidak semua dari kita berhak menyandang prediket lulus, lihat lah hasil UAN tahun ini! apakah semua putra-putri indonesia tertawa??! tengoklah beberapa diantara mereka yang bersedih, menangis, meratap, pingsan, bahakan di bebrapa kota mereka bunuh diri karena keputus asa-annya.namun, tidak dengan hadir nya syawal -kita biasa menyebutnya 'lebaran'- kita semua bersorak, kita gembira, yang menangis hanyalah mereka yang tak memiliki harta, bukan mereka yang introspeksi kegagalan dalam menjalani pendidikan ke-Tuhan-an dalam paket pendidikan Ramadhan!!! lalu, sejauh mana kita mampu memaknai hakekat hadirnya sayyidussuhur? karena hati kecil saya berkata, "tak mungkin allah kirim bulan yang sangat mulia ini hanya untuk bersenang-senang dan menambah kemeriahan pesta syahwat manusia...akhirnya, saya hanya bisa berkata "ramadlan ah ramadlan", ramadlan tak lagi mulia, namun hanya sebuah rutinitas riuhnya pesta anak manusia.wallahul munafik ila aqwami a-thariq,
wassalamu'alikum wr.wb.,

Khaerulazmi.blogspot.com
khaerulazmi.multiply.com
kombas.wordpress.com
azmie_lkis@yahoo.com

Kamis, 28 Agustus 2008

ujung tak berpangkal

Tepat jam 10 tadi pagi aku terbangun, yah memang sebahagian orang bilang ntu siang...tapi jam segitu terasa pagi buat aku, terlebih beberapa hari ini kualitas tidur ku selalu terganggu oleh gaduhnya suara mahasiswa OSPEK di lingkungan IAIN Sunan Ampel Surabaya, jujur ingin aku teriak melengking menghentikan aktifitas mereka...tapi bukankah dulu waktu masih mahasiswa aku juga pernah lebih rese' dari mereka...Sumapah Mahasiswa, lagu2 pergerakan dan icon2 perlawanan terus di kumandangkan, entah sampai kapan idealisme itu bertahan.

Pagi itu, aku disambut oleh senyuman kedua karyawanku, berbisik aku berkata kepada lilik salah satu dari mereka, "lik, tolong nylain airnya". dengan logat jawa yang kental dia menjawab,"inggih mas". dengan dingin yang cukup menusuk (menurutku entah menurut anda) aku paksakan tubuh ini menerima segarnya air sumur yang jujur saja terasa bau, he he he. namun, aku paksa guyur air itu sedikit demi sedikit, hingga tak terasa sudah lebih dari 20 menit aku di kamar mandi. yah setidaknya pagi ini aku mandi dan ikut merasakan segarnya udara pagi surabaya, karena bentar lagi surabaya akan terasa sangat panas.

Sambil duduk diteras, di temani secangkir kopi dan sebatang rokok yang memang sudah agak lama aku menghamba kepadanya, kuperhatikan kaki-kaki itu malangkah, ada yang antai berjalan, ada yang tegesa-gesa setengah berlari, bahkan ada yang berlari sekuat tenaga. teriakan panitia OSPEK menggelegar menunjukan kuasanya atas adik kelas mereka yang sedang diperkenalkan kepada calon kampus nya, ah ternyata sama saja, paling2 mereka sedang menunjukan taringnya sambil melirik siapa saja yang akan jadi korban cintanya (sekali-sekali su'udzon ga pa pa kan, he he he).

saya menulis ini memang tanpa arah dan ngga tau tujuannya kemana, jadi ya mohon maaf klo ga ada hikmah apapun didalamnya...tapi saya masih tetap di iringi oleh teriakan dan yel-yel para peserta OSPEK loh..(apa hubungannya ya)...yah ternyata saya harus akhiri tulisan ngga bermakna ini, karena barusan rektor IAIN Sunan Ampel sms saya minta diantarkan ke Tuban, tapi tenang aja saya berangkat bukan untuk menemani beliau berbicara ko, pi cuma sekedar jadi khadim dan supirnya, he he he....wallahul munafik ila aqwami as-syarik tsumma salmu'alaikum wr.wb

Rabu, 13 Agustus 2008

Marhaban yaaa ramadlan.....


"apabila umat ku tau apa yang terkandung dalam ramadhan, maka mereka akan berharap bulan dalam setahun ramadhan keseluruhannya" sahabat...tak terasa ramadhan telah ada di depan pintu, menanti hati-hati yang kering untuk di siram, menunggu jasad yang kotor untuk di bersihkan..., menjadi pintu bagi mereka yang sesat menuju kebenaran, menjadi penerang bagi kita yang buta dan silau dalam melihat indahnya dunia... jika setahun kemarin kita menjadikan ramadhan sebagai pernak-pernik penambah pahala..hari ini kita harus memulai dengan hal baru, mengamalkan ramadhan sebagi sebuat barometer kelulusan kita dalam tahun ajaran baru di madrasah al-mutamayyizah, sehingga kita bisa menilai hasil ujian kita selama bersekolah dibulan ramadhan dengan berguru langsung kepada allah, kita lah yang kemudian menentukan lulus-tidaknya kita dari sekolah yang suci ini. mari kita siap kan diri, memantapkan hati, menenagkan bathin, melangkah dengan bismillah menuju pintu gerbang suci madrasah al-mutamayizah... Jika hati sejernih air, jangan biarkan ia keruh, jika hati seputih awan jangan biarkan ia mendung, jika hati seindah bulan hiasilah dengan iman, kini ramadan akan tiba sebulan lagi, dgn kerendahan hati maafkanlah segala kesalahan marhaban ya ramadhan, Allahumma baarik lana fi-Sya'ban wa ballighna Ramadhan, 1429 H Wassalam....

Selasa, 22 Juli 2008

Engkau Inspirasi dalam hidup Ku


Tertatih dia berjalan, terkadang batuk itu begitu keras terdengar, mungkin paru-parunya telah terenggut oleh jahatnya asap rokok yang memang tak bisa terlepas dari hari-harinya. senyumnya seringkali hadir begitu teduh menyapaku, padahal aku tahu kesedihan dan penderitaan hidup bersembunyi dibalik senyum yang sangat alami itu. entah berapa banyak lagi do'a dan inspirasi yang telah dia beri kepada ku, mereka, dia, dan siapapun yang pernah bertemu dengan sosok lelaki tua yang sangat sarat akan wibawa walau penuh dengan kesederhanaan.
siang itu aku sampai di depan gubuknya yang sederhana, dengan penuh khidmah aku melangkah masuk kedalam pekarangan rumah, kudapati dia yang ku hormati sedang bergelut dengan tanah, senyum yang tak pernah putus dari kepribadiannya benar-benar teduh menyapa kehadiranku, begitu ikhlas aku lihat, ku lihat tangan kokohnya yang mulai renta menyibak-nyibak sisi celana guna mengusir kotoran yang masih melekat di tangannya, Tuhaaaann...begitu ikhlas dia menyapa ku...(berikan padanya senyum abadi, karena murni kasih-nya, bagaikan murni cinta-Mu kepada kami)
kehadiranku ke rumahnya, yang biasanya membawa ratusan masalah tak pernah di hadapi tanpa kasih sayang pada ku, dia tahu kaehadiranku selalu mengurai masalah, harus berapa uang lagi yang berhambur dari tangannya, itu pikirku! tapi dia tak berpikir begitu!, tiap tangan ku menadah, mungkin terbersit di dadanya "kapan dia berfikir memperindah dirinya, lebih membuat layak hari-harinya", tidak! ternyata rokok itu telah cukup sebagai rekreasi penyembuh penat yang selama ini aku perbuat kepadanya...sungguh bijak!!!Tuhaaaannn begitu iklas dia padaku...(Rahmani dia Tuhan....seperti keikhlasan-Mu kala merahmani ku....)
malam itu aku disambut dengan sepenuh hati, dalam setiap sholat tak pernah kulihat dia lepas dari mendo'akan aku...dalam sujudnya butiran air mata seringkali jatuh di atas sajadah, Tuhan dia bukan takut pada-Mu...dia berharap kesejahteraan ku di dunia dan akhirat-Mu, dalam pertengahan malam tak pernah sepi do'a yang meluncur dari kedua belah bibirnya yang menghitam akibat rokok yang ditunjuk jadi pandampingnya...ku tahu dia berdo'a untuk aku, bukan untuk dirinya, karena hidup baginya perjuangan memerdekakan orang lain disekelilingnya, Tuhaaannn...begitu besar pengorbanannya...(Rabb...korbankanlah dzat-Mu untuk dia yang mampu berkorban untuk orang lain di sekelilingnya...)
pagi itu...sejuknya shubuh menghantarkan dia dalam menikmati persetubuhan dengan-Mu Tuhan, tak lupa sentuhan tangannya membangunkan ku dari mimpi indah yang di bawa oleh para punggawa syetan untuk melelapkan ku, dalam ibadahnya aku tahu bukan engkau tujuannya, karena sorot matanya berkata padaku, engkau adalah segalanya dan dengan menghantar aku, maka dia telah menghantarkan dirinya pada-Mu, maka hampir tak aku lihat do'a dia pada-Mu intuk dirinya. Ya...semua itu di tunjukan pada ku, butiran do'a itu untuk aku...bukan untuknya, semangat itu untuk ku, inspirasi itu untuk ku, segala hidupnya, usahanya, langkahnya, perjuangannya, bahkan mungkin matinya, dia telah mengabdi padaku, anaknya....ayah, hanya surga Tuhan tempat yang pantas buatmu, tak ada yang mampu membalas budi mu...karena perjuanganmu ikhlas, bahkan bukan untuk melirik surga yang diperebutkan para alim ulama...keadilan Tuhan akan mengiring mu menuju keindahan syurga...nikmatilah keindahan itu sebagai ganti kelelahanmu kala mendidik aku...
dari aku-anakmu-

Kamis, 03 Juli 2008

Waspada Gerakan Islam Yang Menggerogoti Keutuhan NKRI

NII AL Zaytun dan Kemunafikan

Setiap Muslim dimanapun mereka berada, pasti akan menginginkan bentuk pemerintahan yang Islami. Dan untuk menjadikan suatu pemerintahan yang Islami tentu butuh proses dan cara. Beberapa organisasi Islam sudah mewacanakan hal tersebut, sebut saja “Hizbut Tahrir”. Tetapi apa jadinya jika cara yang digunakan bertentangan dengan prinsip Islam itu sendiri?. Apa jadinya jika Islam hanya digunakan sebagai alat politik untuk kepentingan beberapa orang?. Tentu hal itu dilarang oleh Allah. Itulah yang ditengarai dilakukan oleh organisasi Islam yang tergabung dalam “Al-Zaytun”.


Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Islam sebagai kendaraaan politik, yang hanya digunakan untuk kepentingan orang tertentu selalu berhasil?. Apakah kaum muslim lemah dalam hal Aqidah, sehingga setiap yang berlabel Islam atau sesuatu yang dinamai dengan bahasa Arab selalu menarik perhatian kaum Muslim?. Lemahnya dalam hal aqidah Islam akan membuat umat muslim mudah untuk didoktrin dengan paham Islam yang menyimpang. Manusia mudah untuk didoktrin karena mereka lebih kuat dalam hal perasaaan (jiwa) daripada rasio. Sedangkan Islam adalah keseimbangan antara perasaan, rasio dan tubuh (Mind, Body and Soul).

Seseorang yang terlalu kuat perasaannya dan lemah dalam rasio akan mudah untuk didoktrin, karena adanya suatu perasaan takut jika mereka tidak berlaku sesuai ajaran yang didoktrinkan. Mereka akan menjadi buta dalam hal pemikiran. Apa jadinya jika anda sudah terdoktrin?. Yang terjadi adalah anda akan mudah digerakkan, bagai kerbau dicocok hidungnya. Hubungan antara Ter-doktrin dan Ber-ilmu itu beda tipis. Orang yang ter-doktrin tidak mengerti sumber dan tujuan dari sebuah ajaran. Sedangkan orang yang ber-ilmu adalah orang yang bisa memberikan solusi dan tidak akan bisa men-doktrin. Orang yang ber-ilmu akan mencari kesesuaian antara rasio, hati dan kenyataan. Orang bisa ter-doktrin karena kurang ber-ilmu. Baik dalam Islam, Kristen dan agama lain sebagian dari mereka adalah orang yang ter-doktrin.


Menyikapi tentang Al-Zaytun sebenarnya lebih susah dibandingkan LDII. Karena Al-Zaytun itu ibarat kemunafikan. Disatu sisi selalu menggunakan ayat-ayat Al-Quran sebagai dalil tetapi perbuatannya jauh dari yang diinginkan Al-Quran. Kalau kita lihat ayat-ayat Al-Quran yang dipakai sebagai dalil, sekilas memang tidak ada yang salah, tetapi prakteknya tidak sesuai dengan falsafah Islam sendiri

Kamis, 26 Juni 2008

Suramnya dunia baca...


oleh : Azmie eF

"Tipis bedhone wong bodho ambe' wong sing ga tau moco", begitulah segelintir kata-kata yang tertulis di samping sebuah rombong (baca; gerobak) dipojok fakultas dakwah IAIN Sunan Ampel surabaya. gerobak yang konon katanya pernah jaya mengkampanyekan baca di lingkungan civitas akademika IAIN Sunan Ampel itu kini teronggok tak berdaya tanpa ada yang mendorong dan keliling membawa buku yang biasanya dilahap oleh sebahagian kaun intelaktual di institusi tersebut. membaca memang terkadang menjadi sebuah aktivitas menjemukan, bahkan tak hanya dikalangan masyarakat awam, dewasa ini lingkungan in-tele'-tual juga terkena imbas isu global dan ikut memerankan hedonisme hidup dibandingkan beradu wacana dalam suasana akademik. lihatlah dosen kita sekarang, mereka lebih intens duduk diruang rapat dan berbicara proyek dibandingkan dengan mblusuk ke kampung-kampung untuk menuntaskan penelitian, gayungpun bersambut para mahasiswanya juga tak mau kalah, mereka ikut larut dalam suasana keindahan dunia yang dibungkus dengan memikat dalam bentuk pragmatisme hidup, gaya hidup metropolis, pacaran, dan berbagi macam sarana pemuas sahwat jauh lebih dikedepankan dibandingkan menyisihkan waktu demi mengejar target membaca satu buku dalam satu minggu. berat memang, mengkampanyekan keranjingan membaca ditengah hiruk pikuk hedonisme yang tengah melanda negara dunia ketiga, karena paradigma dan pola hidup kita telah di setting untuk mengikuti pola hidup mereka (baca; negara adi kuasa) yang telah melewati masa tersebut dan tinggal mereguk keuntungan dengan menjajah segala sesuatu yang kita punya. sungguh ironis masyarakat kita, tengoklah perpustakaan yang ada hanyalah "ramai" ketika tender pengadaan buku, setelah itu...nasib buku-buku itu hanyalah sebuah formalitas intelektualisme sesuatu, seseorang, ataupun institusi... segala sendi kehidupan kita telah dipolitisir sedemikian rupa, hingga apapun yang disuguhkan tak lepas dari kemungkinan adanya keuntungan pragmatis yang diinginkan...membaca sebagai sebuah perjuangan penambah wacana??? ah.., sekarang itu hanyalah sebuah keniscaan yang tak bisa dilihat objektivitasnya... yang pasti, jika kita tak ingin kehilangan generasi dan ingin memberikan suasana baru bagi masyarakat ini, maka buku tak boleh ditingglkan, wacana harus terus diusung, sehingga diskursus dan dinamika pengetahuan tak terhenti sampai kapanpun...jika bukan anda yang memulai..saya yakin Tuhan pun enggan untuk merubahnya....wassalam

Minggu, 22 Juni 2008

Islam-Jawa; Refleksi penyebaran Islam Wali Songo

Oleh: Azmie eF

Para ahli sejarah memang seringkali berbeda pendapat tentang masuknya Islam di Indonesia, namun yang kita sepakati adalah bahwa penyebaran Islam di Jawa telah terjadi pada abad ke-16 M seiring dengan berdirinya kerajaan Islam di Demak.

Agama islam mulai masuk di Indonesia pada abad ke-13M, dan Jawa menerima pengaruh islam pertama kali dari Malaka. Dari sinilah kemudiam islam tersebar kebagian Timur seperti Makasar. Ada beberapa peninggalan yang membuktikan bahwa pusat penyebaran islam saat itu adalah Surabaya dan gresik, yaitu dengan ditemukannya sebuah makam atas nama Fatimah binti Maimun yang meninggal pada 7 rajab 475 H (1082 M) dan makam Malik Ibrahim yang meninggal pada 12 Rabi’ul Awal 822 H (1419 M).

Keberhasilan Islamisasi Jawa tidak terlepas dari ketangguhan para Ulama yang dengan gigih menyebarkan islam lewat jalur yang lebih arif, yaitu dengan melakukan pendekatan dengan masyarakat dan budaya lokal, sehingga tidaklah aneh jika penyebaran Islam di tanah Jawa berjalan damai, nyaris tanpa konflik politik maupun konflik cultural.

Menurut penuturan babad Demak memang pernah terjadi bala tentara Demak yang dipimpin oleh Sunan Ngudung melawan Majapahit di bawah kepemimpinan Adipati Terung Paccatanda. Namun, perang besar tersebut lebih karena suksesi karena terjadi antara pihak orang tua, yakni Brawijaya raja Majapahit, dengan Raden Patah selaku anak yang kala itu menjadi Adipati Bintara dengan gelar Adipati Natapraja.

Peng-Islaman terjadi dengan cara yang sangat damai dan arif, karena para Wali tidak melakukan perubahan ideology secara frontal melainkan dengan membaur dengan budaya dan keyakinan lokal sambil memasukan nilai-nilai ke-Islaman di dalamnya. Mereka benar-benar tekun dan sangat memahami sosiokultur masyarakat Jawa. Seringkali metode ini disebut sebagai metode senkretisme. Metode ini memang berpengaruh besar terhadap perubahan pemahaman masyarakat Jawa untuk menerima Islam sebagai sebuah keyakinan dan mengganti keyakinan sebelumnya. Dalam prakteknya para Wali tidaklah semerta-merta mengecam ritual yang telah mereka yakini berabad-abad dari nenek moyang mereka yang mengajarkan animisme dan dinamisme, namun para wali tetap menggunakan ritual tersebut hanya melakukan modifikasi yang fundamental dari nilai yang disentuh, misalnya Sunan Kali Jaga tidak melarang pembakaran kemenyan yang dulunya menjadi sebuah mediasi untuk menyambungkan keyakinan mereka dengan para dewa, namun Sunan Kali Jaga tetap menjadikan kemenyan sebagai pengharum ruangan bagi seorang muslim saat berdo’a agar dapat lebih khusuk dalam berdo’a; dalam bidang seni bangunan, atap masjid di Jawa pada umumnya beratap tiga lapisan (mirip dengan bentuk rumah peribadatan Hindu), Para Wali tidak merubah masjid dengan Kubah namun, hal tersebut ditafsirkan sebagai simbolisme Iman, Islam dan, Ihsan. Bahkan lembaga tradisional Islam, yakni pesantren merupakan pengalihan dari lembaga pendidikan Hindu yang disebut Mandala. Dalam bidang akidah para wali melakukan pendekatan persuasive dalam melakukan penanaman nilai dan akidah Islam sesuai dengan kondisi obyektif yang ada saat itu, seperti Sunan Kudus yang melarang penyelembihan lembu sebagai bentuk toleransi terhadap kepercayaan lama. Namun, tentunya dengan diiringi oleh upaya pengubahan keyakinan dengan cara de-dewanisasi dengan menunjukan kelewahan para dewa sebagai sesembahan melalui gubahan cerita semacam Hyang Manik Maya (Batara Guru) dan Hyang Ismaya (Semar), masih banyak lagi yang dilakukan dalam rangka mengubah keyakinan lawas dengan masukan nilai-nilai islam dalam ajaran nenek moyang.

Corak islam yang dikembangkan di Jawa identik dengan sufistik yang cenderung sangat dekat dengan klenik dan mistik agama sebelumnya. Dan dibalik keberhasilan penyebaran Islam yang akomodatif ternyata menyisakan sebuah corak keberagamaan Islam-Jawa yang khas, yakni Islam Abangan.

Islam memang telah membumi dengan sebuah penyebaran yang sangat arif dari kecerdasan para Wali, namun kita harus akui Islam-Jawa merupakan sebuah “PR” bagi para Ulama selanjutnya untuk meneruskan estafet perjuangan para Ulama Salaf, yaitu dengan cara memilah dan memilih, serta memisahkan budaya Islam yang masih berbau sinkretis dan syirik itu. Pengkramatan benda-benda tertentu yang dianggap ada karomahnya, tentu itu sah jika sebatas sebagai penghormatan terhadap situs sejarah, namun lebih banyak yang melencengkan kita dari akidah sebut saja acara sekaten di Yogyakarta, upacara Grebek Demak, dan upacara Ya Qowiyyu di Klaten. Tradisi nyadran, nyekar ke makam leluhur dengan niat minta “berkah” kepada arwah leluhur dan danyang-danyang yang dipercaya menguasai kawasan pekuburan tentunya keyakinan ini harus kita geser kepada sebuah bentuk penghormatan kepada yang mendahului kita serta upaya kita sebagai keturunannya untuk mengirim do’a.

Sebagai seorang muslim tentunya masing-masing dari kita punya tanggungjawab bersama untuk menjawab ketimpangan dalam prilaku agama masyarakat kita, karena para wali telah selesai pada satu babak pengenalan Islam tinggal kita meneruskannya dan meluruskannya sesuai dengan realitas yang ada dihadapan kita. Bulan Ramadhan telah ada di hadapan kita, tradisi lama tentu harus kita pertahan kan, nyekar, padusan, dan lain sebagainya. Namun, ada yang harus kita luruskan agar budaya tersebut tidak mengubah akidah kita, mari kita luruskan niat, selamat BERBUDAYA.


Sabtu, 21 Juni 2008

Daar El-Qolam Menangis....


Oleh: Azmie eF

Kabar duka dari Cairo
...mungkin ini tepat untuk menggambarkan kita yang alumni daar el-qolam, ini juga seharusnya mampu membangunkan para santri dan sahabat-sahabat kita dari mimpi dan tidur lelap mereka selama ini, mungkin mesir tak selamanya indah dan lebih indah dari ayat-ayat cinta, musafir cinta, makrifat cinta, ataupin syahadat cinta-nya karena yang 39 adik2 alumni gintung lihat sekarang bukanlah nil dengan segala keindahannya.

benar2 kaget saya mendengar, ternyata besarnya nama gintung tak mampu membuat kenyamanan buat alumni nya untuk melanjutkan pendidikan, berkaca dari ini tentunya daar el-qolam harus lebih mawas diri dan ber introspeksi agar kejadian seperti ini lantas tidak membungkam nama besar gintung serta jerih payah pendirinya KH. Drs. Ahmad Rifa'i Arif Allahumarhamhu....
kejadian gagalnya 39 alumni gintung untuk kuliah di al_azhar, bahkan sampai terlantar (katanya) merupakan hal yang harus cepat di respons oleh gintung, karena bagaimanapun pesantren ikut bertanggungjawab dalam memfasilitasi mereka, bahkan yang disebut2 "Ozie" adalah alumni senior daar el-qolam, kalau para calo ini hanya ingin mengebulkan dapurnya bagi saya lumrah, namun sungguh tidak bijak kalau mereka harus mengorbankan santri gintung...
semoga Bapak Kyai mampu menyelesaikan masalah ini dengan sebaik2nya...amiiin....

Sabtu, 14 Juni 2008

Liarnya Syahwat Tuhan...

Oleh: Azmie eF

jika mengacu pada teori "al-faith" milik ibnu sina, yang menyatakan bahwa manusia adalah pancaran tuhan yang berrefleksi di bumi maka, sutu hal yang lazim jika kita punya hak yang sama atas sifat dan sikap Tuhan dalam arti yang real. bahkan setali tiga uang al-qur'an pun menyatakan bahwa kedekatan kita dengan sang kholiq adalah jauh lebih dekat dari urat nadi kita, merujuk pada ayat "innallaha aqrobu minkum min hablilwarid" tsb bukan kah berarti kita ada dalam kuasa tuhan yang menggerakkan tiap jari dalam tangan dan menentukan tiap langkah kaki kita? dan secara langsung tuhan juga akan merasakan tiap kesedihan dan kesenangan yang kita rasakan...jika memang seperti itu siapakah yang membuat birahi kian tinggi???apakah tuhan juga merasakan orgasme yang kita rasakan ketika merengkuh titik puncak syahwat manusia...apakah yuhan juga yang mengajak kita dalam ranah syahwat liar kekuasaan, dan segala macam keserakan yang muncul dalam ide dan ego kita???
sahabat... Dia yang maha segalanya tentu tak layak jadi kambing hitam atas semua yang kita lakukan dipermukaan bumi, namun tentu apa yang kita lakukan tak akan terlepas dari segala qudrat dan iradah-Nya, jadilah hamba terbaik intuk_nya hingga akhirnya kita akan kembali dalam rangkulan dan pelukan-Nya...

Minggu, 25 Mei 2008

Polemik Kebudayaan Lesbumi

Judul: Lesbumi Strategi Politik Kebudayaan
Penulis: Choirotun Chisaan
Penerbit: LKiS, Yogyakarta
Cetakan: 1 (Maret) 2008
Tebal: 247+XVI Halaman

Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) merupakan lembaga kebudayaan yang berafiliasi dengan politik seperti partai Nahdlatul Ulama (NU) saat organisasi itu menjadi partai politik pada 1960-an. Ketika NU memutuskan menjadi partai politik tersendiri, sangat baik, agar NU mempunyai peran di politik. Lahirnya Lesbumi dari rahim NU menunjukkan langkah maju dari NU, yang berarti berani mengambil perjuangan seni budaya sebagai bagian dari tanggung jawabnya meski di dalamnya banyak ‘duri’ yang belum selesai disapu atau dipertanyakan.

Ketika pertentangan politik semakin panas, semua kegiatan lembaga kebudayaan, antara pro dan kontra komunis, lebih berbau politik. Justru mereka yang tidak tergabung dalam lembaga kebudayaan yang memiliki sikap budaya yang jelas, seperti Manifesto Kebudayaan (Manikebu).

Menarik untuk direnungkan bahwa karya seni-budaya lembaga-lembaga seni budaya itu dipublikasikan melalui media massa masing-masing partai politik. Publikasi itu seringkali memicu “polemik” politik dalam wilayah kebudayaan. Pendapat umum mengatakan bahwa perdebatan mengenai seni-budaya di Indonesia yang dinilai cukup sengit pada masa itu, justru ditemukan pada tataran aliran, seperti perdebatan mengenai realisme sosialis dan humanisme universal. Antara Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) satu pihak dan para pencetus Manikebu di pihak lain.

Kenyataan itu sangat menarik, sebab, di satu sisi, Lesbumi merupakan unsur penting dalam paham Nasionalisme, Agama dan Komunisme (Nasakom), di samping Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Setidaknya, Lesbumi memiliki orientasi politik yang hampir sama dan senada dengan unsur-unsur yang ada dalam Nasakom, seperti LKN (PNI), atau Lekra (PKI).

Di satu sisi, secara kultural aktivis-aktivis Lesbumi, Asrul Sani, dan Usmar Ismail, pernah menjadi pemrakarsa utama, surat kepercayaan gelanggang yang muncul pada 1950. Surat kepercayaan gelanggang yang menjadi tongkat estafet sastrawan-seniman yang menamakan diri “Angkatan 45” inilah yang kemudian dipandang cikal-bakal paham humanisme-universal dalam kebudayaan Indonesia yang kemudian muncul sebagai “pewarna” dalam Manikebu.

Namun, di balik itu semua, ada wajah baru yang ingin diperdengarkan oleh Lesbumi di tengah riuhnya pertarungan aliran berkesenian pada masa-masa tersebut. Wajah lain itu akan tampak pada surat kepercayaan yang lahir pada 1966, surat yang juga diprakarsai Asrul Sani.

Karakter utama yang membedakan Lesbumi dari Lekra dan Manikebu adalah kentalnya warna “relijius” dalam produksi ekstrim antara kubu Lekra dan Manikebu. Pada titik ini, sebenarnya Lesbumi memberikan alternatif baru dalam berkesenian dengan memberikan tempat bagi unsur keagamaan (Islam) setara dengan kebudayaan melalui sebuah “kontestasi” seni-budaya ketimbang sebuah “pertarungan” politik. Sikap “tengah-tengah” (moderat) nampaknya coba diterima Lesbumi senada dengan garis ideologi Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi landasan politik keagamaan NU, organisasi induknya.

Lesbumi dianggap sebagai penanda kemodernan di tubuh NU. Modern di sini jika dilihat dari kacamata NU melalui Lesbumi yang sama sekali baru terhadap perkembangan seni-budaya. Jika dilihat dari para pendapat tokohnya, seperti, Djamaluddin Malik, Usman Ismail, dan Asrul Sani. Inilah bentuk apresiatif NU terhadap modernitas, terutama menyangkut relasi agama dan politik dalam konteks “kemusliman” melalui pendefinisian ulang terhadap seni-budaya “Islam”. Kemudian, mengapa Lesbumi seakan-akan lenyap dari wacana perbincangan sejarah seni-budaya dan politik di Indonesia. Inilah sebenarnya yang dijawab dalam buku ini, yaitu polemik kebudayaan Lesbumi yang terjadi pada kurun waktu 1950-1960.

Lahirnya Lesbumi tidak hanya counter-responses terhadap kedekatan Lekra dengan PKI yang dianggap selama ini diyakini banyak pihak. Lesbumi lahir justru harus dilihat dari dua sisi “momen historis” yang melingkupinya. Momen politik dan momen budaya. Momen politik adalah lahirnya Manifesto Politik pada 1959 oleh presiden Soekarno dan ideologisasi Nasakom dalam tata kehidupan sosial-politik. Sedangkan momen budaya adalah perlunya advokasi terhadap kelompok-kelompok seni-budaya dan kebutuhan akan modernisasi seni-budaya. Dari sinilah diperlukan pemaknaan ulang “agama” dalam konteks Indonesia yang sedang dalam proses nation-building, khususnya di bidang kebudayaan.

Lalu, di mana letak posisi seni-budaya pesantren yang tidak lain merupakan basis kultural Lesbumi NU, dalam konteks kebudayaan nasional? Dalam pandangan para tokoh Lesbumi, seni-budaya pesantren akan menemukan ruang tersendiri sosio-kulturalnya dalam pentas budaya nasional jika ia diapresiasi menggunakan bahasa kebudayaan, karena suatu fenomena yang sebelumnya tidak ditemukan termasuk seni-budaya dipandang tradisional, kolot, ke-Arab-Arab-an, dan tidak sejalan dengan modernitas.

Polemik Lesbumi dalam perjumpaan dengan kebudayaan di Indonesia ada sesuatu yang unik, dalam lintasan sejarah di mana tahapan tersebut dapat dirunut sejak awal NU berdiri pada 1926 sebagai organisasi pendidikan dan sosial-keagamaan. Perjumpaan itu terus berlangsung secara intensif dan terus-menerus seiring dengan perubahan NU yang menjadi gerakan politik pada 1952 hingga mencapai mementumnya pada 1960-an. Pada tahap ini, perjumpaan NU dengan gerakan kebudayaan di Indonesia mengalami proses formalisasi dan pelembagaan melalui pendirian Lesbumi.

Dalam catatan di atas Lesbumi mencari bentuk relasi agama seni dan politik, di mana sejak menarik diri dari Partai Masyumi, Partai NU terus berupaya memodernisasi dirinya. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, di awal penarikan diri, NU telah memiliki badan-badan otonom yang mencerminkan perhatiannya pada masalah pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, pertanian, perempuan, pemuda, dan buruh.

Lesbumi adalah salah satu bentuk yang menghimpun berbagai macam pelukis, bintang film, pemain pentas, dan sastrawan, di samping juga ulama yang memiliki latar belakang seni yang cukup baik. Inilah yang dianggap tidak menjaga martabat NU.

Seiring dengan perubahan kebudayaan pada 1950-1960 terjadi peristiwa penting yang menonjol dalam memandang kelahiran Lesbumi. Pertama, dikeluarkannya Manifesto Politik pada 1959 oleh Soekarno. Kedua, pengarusumutan Nasakom dalam tata kehidupan sosio-budaya dan politik Indonesia pada awal 1960-an. Ketiga, perkembangan Lekra pada 1950. Organisasi kebudayaan semakin mendekatkan diri dalam hubungan dengan PKI, baik secara kelembagaan maupun ideologis. Keempat, faktor eksternal tersebut yang melingkupi proses kelahiran Lesbumi. Pada satu sisi, kelahirannya memperhatikan momen politik kerena faktor-faktor eksternal yang melingkupi.

Di samping faktor eksternal, ada juga faktor internal. Pertama, kebutuhan akan pendampingan terhadap kelompok seni-budaya di lingkungan Nahdliyin. Kedua, kebutuhan akan modernisasi seni-budaya. Dengan mempertimbangkan faktor eskternal dan internal, sebagaimana dikemukakan di atas, momen historis kelahiran Lesbumi dipengaruhi dan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari momen politik dan momen budaya.

Dalam konteks politik-kebudayaan Indonesia, kelahiran Lesbumi merupakan condition sine qua non bagi jalannya revolusi Indonesia yang menganut gagasan Nasakom Soekarno. Tapi, dalam spektrum yang luas, keniscayaan Lesbumi disebabkan, menurut Asrul, sebagai sebuah tantangan yang datang dari berbagai arah yang mengitari kaum muslimin.

Peresensi adalah Direktur Eksekutif Pustaka Monrea Banni dan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta
sumber:www.nu.or.id